Lahir di kota
peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan
nama Ibnu Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber.
Ayahnya, seorang penjual obat, meninggal sebagai 'syuhada' demi penyebaran
ajaran Syi'ah. Jabir kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah,
Khalid Ibnu Yazid Ibnu Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga pernah
berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Harun Al
Rasyid.
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan,
bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi
sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. "Sesudah ilmu kedokteran,
astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di
bidang kimia," tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The
Arabs. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
Dalam karirnya, ia pernah bekerja di
laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Pada masamasa inilah, ia banyak
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru di sekitar kimia. Berbekal
pengalaman dan pengetahuannya itu, sempat beberapa kali ia mengadakan penelitian
soal kimia. Namun, penyelidikan secara serius baru ia lakukan setelah umurnya
menginjak dewasa.
Dalam penelitiannya itu, Jabir mendasari
eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri,
menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai
kebiasaan yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen.
Antara lain dengan penjelasan : “Saya pertamakali mengetahuinya dengan melalui
tangan dan otak saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin dan saya
mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam “.
Dari Damaskus ia kembali ke kota kelahirannya,
Kuffah. Setelah 200 tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah dilakukan untuk
pembuatan jalan, laboratoriumnya yang telah punah, ditemukan. Di dalamnya
didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas
yang cukup berat.
Teori Jabir
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan
membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan
proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur,
penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan
oksidasi-reduksi.
Semua ini telah ia siapkan tekniknya, praktis
hampir semua 'technique' kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan
langsung yang memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering.
Dialah yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui proses
penyulingan.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia,
yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua
dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan
metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi,
destilasi, penglarutan, dan penghabluran.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan
mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah
sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan
terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang mengantarkannya
menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat.
Namun demikian, Jabir tetap saja seorang yang
tawadlu' dan berkepribadian mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu
fisika lainnya, Jabir memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan
memperbaiki ketidakjelasan spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala,
dan tekun mengumpulkan fakta. Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami
kesulitan dalam menyusun hipotesa yang wajar," tulis Robert Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses pertama
penguraian logam yang dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata Mesir,
mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip
dengan proses pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya sangat dirahasiakan,
dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para pendeta disamarkan ke
dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir bin Hayyan menjadi terbuka dan
disebarluaskan melalui penyelidikan, dan diorganisasikan dengan bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia
adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar.
Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di
dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai 'Bapak Ilmu
Kimia Modern' oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff,
bahkan disebutkan, jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di daratan
Eropa, maka carilah langsung ke karyakarya Jabir Ibnu Hayyan.
Puaskah Jabir? Tidak! Ia terus mengembangkan
keilmuannya sampai batas tak tertentu. Dalam hal teori keseimbangan misalnya,
diakui para ilmuwan modern sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktik
alkemi dari masa sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji
keseimbangan kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan
sistem numerologi (studi mengenai arti klenik dari sesuatu dan pengaruhnya atas
hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab
untuk memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan
yang bereaksi. Sistem ini niscaya memiliki arti esoterik, karena kemudian telah
menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam
anorganik oleh Jabir telah memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di
antaranya adalah hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan
asam sulferik. Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia
yang merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses industrial. Penguraian
beberapa asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul
Sandaqal-Hikmah (Rongga Dada Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500
studi kimia, tetapi hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus
studi kimia Jabir mencakup penguraian metode dan peralatan dari pelbagai
pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada zamannya. Di antara
bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin berjudul SummaPerfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi
kimia adalah: "Air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk
satu produk tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama
sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap.
Yang benar adalah bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan
segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan
bercampur, sedemikian rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama.
Jika dihendaki memisahkan bagianbagian terkecil dari dua kategori itu oleh
instrumen khusus, maka akan tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan
karakteristik teoretisnya. Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur
yang terdapat dalam keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik
dari masing-masing unsur."
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih
dikenal/dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia,
utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian zat kimia. Dalam bidang ini,
ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan
pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida,
Metal, seperti pada emas, perak, timah, tembaga, besi, dan Bahan campuran, yang
dapat dikonversi menjadi semacam bubuk.
Sampai abad pertengahan risalah-risalah Jabir di
bidang ilmu kimia --termasuk kitabnya yang masyhur, yakni Kitab Al-Kimya dan
Kitab Al Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab
Al Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester pada
1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy. Sementara buku kedua
Kitab Al Sab'een, diterjemahkan oleh Gerard Cremona.
Berikutnya di tahun 1678, ilmuwan Inggris
lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan judul
Summa of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah yang
pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang
pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di Eropa
selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi pengaruh pada evolusi ilmu
kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah;
Kitab al Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book
of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan
oleh Berthelot). "Di dalamnya kita menemukan pandangan yang sangat
mendalam mengenai metode riset kimia," tulis George Sarton. Dengan prestasinya
itu, dunia ilmu pengetahuan modern pantas 'berterima kasih' padanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar